Metode Istinbath Hukum Mazhab Fiqh Sunni, Syi'ah dan Khawarij
Mazhab Hanafi adalah mazhab yang dinisbatkan kepada Imam Abu Hanifah. Walaupun Imam Hanafi pernah bermukim di Mekkah dan mempelajari hadis-hadis Nabi di sana, beliau dikenal sebagai seorang ahlul ra’yu. Oleh sebab itu, ciri khas dari mazhab ini yakni banyak menggunakan ra’yu, qiyas dan istihsan. Menurut Ahmad Asy-Syurbasi, dalam metode istinbath hukum, Imam Abu Hanifah berkata, “Saya memberikan hukum berdasarkan al-qur’an. Apabila tidak saya jumpai dalam al-qur’an, maka saya gunakan hadits Rasulullah. Jika tidak ada dalam keduanya (al-qur’an dan hadits) saya dasarkan pada pendapat para sahabat. Saya berpegang pada pendapat salah satu sahabat yang lebih kuat, dan jika tidak ada pendapat sahabat maka saya akan berijtihad”. Dapat diketahui bahwa sumber hukum yang digunakan oleh Imam Hanafi adalah sebagai berikut :
1) Al-qur’an;
2) Sunnah Rasulullah, dan atsar-atsar yang shahih serta telah mahsyur di antara para ulama;
3) Fatwa Shahabi;
4) Ijma’;
5) Qiyas;
6) Istihsan;
7) ‘Urf.
2. Mazhab Maliki
Mazhab Maliki adalah mazhab yang dinisbatkan kepada Imam Malik. Beliau dikenal senagai seorang faqih ahlul hadits. Oleh karena itu, ciri khas dari mazhab ini adalah corak fiqh ahlul hadits yang kental dan adanya pengggunaan amal ahli madinah. Dalam metode istinbath hukum, Imam Malik pada dasarnya tidak menuliskan secara sistematis akan tetapi muridnya seperti Qadhi Iyadh menuliskan dalam kitabnya Al-Mudarak “Sesungguhnya manhaj Imam Dar Al-Hijrah. Pertama, Ia mengambil Kitabullah, jika tidak ditemukan dalam Kitabullah nashnya maka ia mengambil As-Sunnah (kategori As-Sunnah menurutnya, hadis-hadis Nabi ﷺ dan fatwa sahabat), amal Ahlu Al-madinah, al-qiyas, al-maslahah al-mursalah, sadd adz-zara’i, al-urf, dan al-‘adat.” Sistematika dari segi al-qur’an (usul khamsah) adalah sebagai berikut :
1) Al-qur’an (Al-Kitab al-aziz);
2) Menggunakan zhahir Al-qur’an, yaitu lafadz yang umum;
3) Menggunakan “dalil” Al-qur’an yakni mafhum mukhalafah;
4) Menggunakan “mafhum” al-qur’an yakni mafhum muwafaqah;
5) Menggunakan “tanbih” al-qur’an yaitu memerhatikan illat.
Dalam kehidupannya Imam Malik tidak pernah keluar dari kota Madinah kecuali saat haji. Hal ini tentu saja mendukung pemikirannya dalam menyelesaikan kompleksitas permasalahan yang sebagian besar cukup diselesaikan dengan hadits. Adapun metode istinbath dari segi sunnah/hadis adalah sebagai berikut :
1) Ijma’;
2) Qiyas;
3) Amal Ahli Madinah;
4) Istihsan;
5) Sadd Adz-Zara’i;
6) Al-masalih al-mursalah;
7) Qaul ash-shahabi, (jika sanadnya shahih diterima);
8) Mura’at al-khilaf (jika dalil ikhtilafnya kuat);
9) Istishab;
10) Syar’u man qablana.
3. Mazhab Syafi’i
Mazhab Syafi’i adalah mazhab yang dinisbatkan kepada Imam Syafi’i. Beliau adalah tokoh yang memadukan antara corak pemikiran ahlul ra’yu dan ahlul hadits.Ciri-ciri mazhab Syafi’i adalah adanya qaul qadim (sebagai hasil ijtihad yang pertama pada saat di Irak) dan qaul jadid (sebagai pengubah keputusan hukum yang pertama saat Imam Syafi’i di Mesir) serta pemikiran fiqh yang moderat. Faktor yang memengaruhi pemikiran tersebut adalah faktor pluralisme pemikiran, geografis serta faktor sosial dan budaya. Dalam metode istinbath hukum, ia menuliskan dalam kitabnya Ar-Risalah yang dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Al-qur’an, beliau mengambil dengan makna yang lahir kecuali jika didapati alasan yang menunjukkan bukan arti yang lahir itu, yang harus dipakai atau dituruti.
2) As-sunnah, beliau mengambil sunnah tidaklah mewajibkan yang mutawatir saja, tetapi yang Ahad pun diambil dan dipergunakan pula untuk menjadi dalil, asal telah mencukupi syarat-syaratnya, yakni selama perawi hadits itu orang kepercayaan, kuat ingatannya dan bersambung langsung sampai kepada Nabi ﷺ.
3) Ijma’, dalam arti bahwa para sahabat semua telah menyepakatinya. Di samping itu, beliau berpendapat dan meyakini bahwa kemungkinan Ijma’ dan persesuaian faham bagi segenap ulama itu, tidak mungkin karena berjauhan tempat tinggal dan sukar berkomunikasi. Imam Syafi’i masih mendahulukan hadits Ahad dari pada Ijma’ yang bersendikan ijtihad, kecuali kalau ada keterangan bahwa Ijma’ itu bersendikan naqal dan diriwayatkan orang ramai hingga sampai kepada Rasulullah.
4) Qiyas, Imam Syafi’i memakai qiyas apabila dalam ketiga dasar hukum di atas tidak tercantum, juga dalam keadaan memaksa. Hukum qiyas yang terpaksa itu hanya mengenai keduniaan atau muamalah, karena segala sesuatu yang bertalian ibadah telah cukup sempurna dari al-qur’an dan as-sunnah Rasulullah ﷺ. Untuk itu beliau dengan tegas berkata: “Tidak ada hukum qiyas dalam ibadah”. Beliau tidak terburu-buru menjatuhkan hukum secara qiyas sebelum lebih menyelidiki tentang dapat atau tidaknya hukum itu dipergunakan.
Jadi, Al-qur’an, As-sunnah, Ijma’ dan qiyas merupakan landasan utama mazhab fiqh Syafi’i. Sementara metode lainnya seperti Istihsan, sadd adz-zara’i dan lain-lain hanya merupakan suatu metode dalam merumuskan dan menyimpulkan hukum-hukum dari sumber utamanya yaitu Al-qur’an dan As-sunnah.
4. Mazhab Hanbali
Mazhab Hanbali adalah mazhab yang dinisbatkan kepada Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau adalah seorang faqih dan muhaditsin yang corak pemikirannya bercirikan ahlul hadits dan tradisionalis. Walaupun pemikirannya sangat dipengaruhi oleh hadits, Imam Ahmad bin Hanbal juga pernah berguru kepada Imam Syafi’i dan Abu Yusuf dalam mempelajari fiqh ahlul ra’yu. Pemikiran fikih Imam Ahmad sangat dipengaruhi oleh kedalaman pengetahuannya tentang hadis dan karena keteguhan dan intensitas Imam Ahmad menggunakan hadis, maka mazhab fikihnya dikenal dengan mazhab fikih al-sunnah. Hadis menempati posisi sentral, di samping Al-quran dalam mazhab fikihnya. Dia menentang keras pendapat yang berdasarkan kepada Al-quran semata dengan mengabaikan hadis. Tetapi bukan berarti Imam Ahmad bersikap pesimis dalam menerima hadis. Hadis-hadis diseleksinya dengan ketat, terutama hadis-hadis hukum.
Imam Ahmad memiliki metode sendiri dalam menginstinbathkan hukum. Metodologi fikih Imam Ahmad dapat disarikan dari fatwa-fatwa fikih yang disampaikan murid dan pengiktunya. Ibnu Qayyim dalam kitabnya I'lam al-Muqqi'in menjelaskan lima dalil yang menjadi dasar istinbath hukum Ahmad, yakni :
1) Nushush (Al-qur’an dan Sunnah marfu'ah);
2) Fatwa sahabat yang tidak ada perselisihan (ikhtilaf) di antara mereka;
3) Fatwa sahabat yang diperselisihkan di antara mereka, yang lebih dekat dengan Al-qur’an dan sunnah;
4) Hadis mursal dan hadis dha'if;
5) Qiyas dipakai dalam keadaan terpaksa.
Selain sumber hukum tersebut, Imam Ahmad juga menggunakan maslahat mursalat sebagai bagian daripada qiyas.
B. Mazhab Syi'ah
1. Mazhab Syi’ah Ja’fari
Mazhab ini juga disebut sebagai mazhab Imamiyah yang mana dinisbatkan kepada Imam Ja’far As-Sidiq. Sebagaimana mazhab-mazhab fiqh Sunni, mazhab Ja’fari menempatkan Al-qur’an sebagai sumber utama, sistematika istinbath hukumnya adalah sebagai berikut :
1) Al-Quran, dalam menggali hukum dari al-qur’an, seseorang tidak selalu harus berpegang kepada makna lahirnya, tetapi lebih utama sekali adalah makna batinnya. Untuk mendapatkan makna batin tersebut, seorang pengikut mazhab Ja’fari harus mempunyai marja’, atau tempat meminta, yakni para imam. Atas dasar ini, kaum Ja’fariyah menganggap para Imam sebagai al-qur’an al-natiq, yakni Al-quran yang bisa berbicara, sementara yang berupa mushaf disebut dengan al-qur’an-samit atau Al-quran yang diam. Kandungan yang terdapat dalam al-qur’an-samit bersifat mujmal (global), karena itu seorang penganut mazhab Ja’fari harus berpegang pada pemahaman para Imam. Pemahaman para imam tidak akan bertentangan dengan spirit Al-quran, sebab mereka merupakan orang-orang yang telah mendapat petunjuk dari Allah dan terlepas dari dosa (ma’sum). ;
2) Sunnah, maksudnya ialah ucapan, tindakan, dan pembenaran melalui diamnya Nabi ﷺ dan para imam ma’shum. Selain itu, dalam penerimaan sunnah, mazhab Ja’fari lebih mengutamakan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Ahlul Bait, sementara hadis-hadis yang dikeluarkan oleh orang-orang diluar Ahlul Bait diperlukan pertimbangan lain. ;
3) Ijma, adalah kesepakatan dengan suara bulat dari para ulama atas suatu persoalan. Bagi Mazhab Ja’fari, ijma’ tidak memiliki kekuatan yang mandiri. Keberadaannya hanyalah sebuah hasil interpretasi atas hadis yang terjadi pada masa Nabi hingga masa imam-imam mereka. Artinya, kesepakatan ulama diantara mereka pada masa sekarang bukanlah ijma’;
4) Akal, dianggap sebagai sumber hukum sejauh ia tidak bertentangan dengan al-qur’an dan sunnah. Kedudukannya sebagai alat yang digunakan untuk menangakap makna al-qur’an yang tersirat.
Ciri produk fiqh mazhab Ja’fari yang sangat masyhur adalah dihalalkannya nikah mut’ah.
2. Mazhab Syi’ah Ismaili
Mazhab Ismailiyah adalah mazhab yang dinisbatkan kepada Ismail bin Ja’far As-Sidiq. Ciri mazhab Syi’ah ini yakni kurang perhatiannya terhadap aspek fiqh, namun lebih cenderung terhadap “gerakan politik”, dengan membawa misi Imam mereka. Selain itu mereka terkenal dengan Aliran Bathiniyah, yakni pemahaman Islam secara batin hanya dapat diperoleh dari para Imam mereka secara rahasia. Sistematikanya yakni sebagai berikut :
1) Al-qur’an, baik pemahaman zahir maupun batin;
2) As-sunnah, terutama riwayat dari Imam Ali bin Abi Thalib;
3) Ijtihad (akal);
4) Ijma, khususnya ijma para imam Ahlul Bait.
3. Mazhab Syi’ah Zaidiyah
Mazhab Syi’ah Zaidiyah adalah mazhab yang dinisbatkan kepada Zaid bin Ali Zaenal Abidin. Manhaj (metode) dari mazhab ini paling mendekati mazhab sunni, seperti mazhab Imam Abu Hanifah. Secara sistematis, metodologi istinbath hukumnya adalah sebagai berikut :
1) Al-qur’an;
2) As-sunnah;
3) Ijma;
4) Fatwa sahabat, terutama fatwa Imam Ali bin Abi Thalib;
5) Qiyas;
6) Istihsan, termasuk kedalam qiyas yang terdiri dari istihsan qiyas, istihsan sunnah, istihsan ijma’ dan istihsan dharurat;
7) Maslahah mursalah;
8) Istihsab (istishabul baraatil ashliyah, istishab milki, istishab hukum, istishab haali/istishabul washfy);
9) Dalil aqli.
C. Mazhab Khawarij
1. Mazhab Ibadi
Mazhab Khawarij Ibadi, adalah mazhab yang berasal dari aliran kalam/teologi khawarij. Mazhab ini diwakili oleh Abdullah ibn Ibadh At-Tamimi, kemudian berkembang salah satunya berkat pemikiran Jabir Ibn Zaid Al-Ajdi. Mazhab Ibadi adalah mazhab khawarij yang paling moderat diantara semua golongan khawarij. Sistematika istinbath hukum yang dikemukakan oleh mazhab ini adalah sebagai berikut :
1) Al-qur’an;
2) As-sunnah, yang diterima hanyalah yang berderajat shahih dan hasan atau tidak terlalu lemah (hadis dha’if juga diterima asal tidak terlalu lemah);
3) Ijtihad (nash/pemikiran mereka sendiri);
4) Ijma.
Wallahu'alam bishowab
Nida Mustafidah
Referensi :
Hamdi, Bahrul. Saputra, Ayen. 2018. TEORI HUKUM JA'FARIYAH (ANALISIS HISTORIS MAZHAB FIKIH JA'FAR AS-SHADIQ DAN IMPLIKASINYA PADA PRODUK HUKUMNYA). AL Hurriyah, Jurnal Hukum Islam. Vol 03 No 2.
Rozi, Fathur. Sejarah Pemikiran Mazhab Fiqh Imam Syafi'i. Jurnal Putih.
Supriyadi, Dedi. 2018. Perbandingan Mazhab dengan Pendekatan Baru. Bandung : Pustaka Setia.
Komentar
Posting Komentar